Selasa, 26 Agustus 2014

Berburu Minyak dari Sumur Tua

MINYAK sebagai salah satu sumber energi dunia bukan hanya menjadi buruan negara melalui perusahaan-perusahaan perminyakannya, tetapi juga masyarakat awam dengan melakukan eksploitasi secara tradisional, seperti dilakukan warga Dusun Benteng, Desa Pertamina, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.
Setiap harinya, ratusan warga di sekitar sumur tua milik Pertamina tersebut berjibaku menyedot minyak mentah dengan mesin Robin tanpa peduli keselamatan karena eksploitasi tidak sesuai prosedur. Itu pula yang terjadi pada Kamis malam, 14 November 2013, ketika minyak yang menyebur dari titik pengeboran terbakar dan meledak hingga mencederai 13 orang.
Pengamatan Serambi, di sepanjang jalan Desa Pertamina yang berada di Blok Perlak, berjejer bekas sumur bor yang ditinggalkan begitu saja karena tidak ada lagi minyak yang keluar. Hanya plastik hitam yang disangkut menyerupai bilik di setiap sumur yang ditinggalkan. Terlihat pula plang peringatan dari PT Pertamina EP yang melarang aktivitas di kawasan tersebut. Dua desa lagi yang juga memiliki cadangan minyak adalah Desa Buket Pala dan Mata Ie. “Meski penuh risiko, tapi ini sudah menjadi hajat hidup masyarakat di sini,” kata Ketua Pemuda Desa Pertamina, Anta Nasrullah.
Menurut Anta, di Desa Pertamina saja sedikitnya ada 500 orang yang menggantungkan hidup dari sumur minyak tua itu. Anak-anak di sini juga turut bekerja menambah penghasilan untuk orang tua mereka,” ujar Anta.
Menurut Anta, pembukaan sumur minyak itu sudah berlangsung sejak 20 tahun lalu namun pada awalnya tidak ramai seperti saat ini. Sejak 2010, upaya seismik yang dilakukan Pertamina bersama KSO Pasific Oil and Gas (POG) tidak membuahkan hasil. POG hengkang karena tidak menemukan kandungan minyak yang mencukupi untuk produksi. Kabarnya perjanjian kerja sama operasi (KSO) Pertamina dengan POG berakhir lebih awal yakni pada 24 Juni 2013.
Sejak dua tahun lalu, lanjut Anta, warga setempat menemukan kandungan minyak yang lumayan banyak sampai lima drum per hari. “Sejak itulah desa kami ramai didatangi pendatang, ada dari desa tetangga, ada juga dari luar (Tanjung Pura, Sumut),” kata Anta.
Para pengusaha sumur itu, tambahnya, tidak serta merta mendapatkan hasil. Ada yang sudah bersusah payah mengebor, tapi belum berhasil. Ada juga yang baru mencoba sudah berhasil. “Biasanya kedalaman sampai 25-30 meter, ada juga yang beberapa meter saja sudah keluar minyak. Tergantung rezeki,” katanya.
Hazraini alias Abdul, seorang warga Desa Buket Pala, mengatakan, ia sangat menyesalkan adanya permintaan segelintir orang yang meminta agar sumur minyak yang dikelola warga ditutup. “Sangat tidak bijak kalau menyarankan ditutup, karena ada ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari sini,” kata Abdul.
Menurut Abdul, seharusnya yang dilakukan adalah penyuluhan dari pihak Pertamina dan mengakomodir kepentingan warga, sebab ada lebih 2.500 warga menggantungkan hidup dari sumur tua itu.
Disinggung soal keamanan yang sering diabaikan warga, Abdul malah menyalahkan pihak Pertamina atau pemerintah yang tidak pernah memberikan penyuluhan kepada masyarakat. “Mereka wajib diberi penyuluhan, terutama mengenai keselamatan,” pungkas Abdul.(yusmadi yusuf)

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/

Pertamina tak Respons Permohonan Masyarakat

Pekerja menggulingkan drum berisi minyak mentah yang diambil dari sumur bor liar di Desa Pertamina, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, Selasa (19/11). SERAMBI/YUSMADI YUSUF


* Untuk Kelola Sumur Minyak Tua di Rantau
BANDA ACEH - Eksploitasi minyak mentah secara tradisional oleh masyarakat di sekitar sumur minyak tua milik Pertamina di Kecamatan Rantau Peureulak, Aceh Timur dinilai oleh berbagai kalangan akibat tekanan ekonomi masyarakat setempat meski tindakan itu salah karena mengambil sesuatu yang bukan hak mereka.
“Kelompok masyarakat sekitar sudah berulangkali mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin eksploitasi sumur minyak tua Pertamina itu namun sampai kini belum direspons oleh pihak Pertamina hingga terjadilah insiden ledakan yang mencederai belasan warga pada 14 November 2013, pukul 20.00 WIB,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh, Ir Said Ikhsan, Selasa (19/11).
Menurut Said Ikhsan, sumur minyak yang dieksploitasi masyarakat secara tradisional itu adalah milik Pertamina yang sejak 2011 tidak lagi dioperasikan oleh mitra kerjanya Pasific Oil and Gas (POG). “Tapi lokasi kepemilikannya belum dilepas kepada pemerintah setempat,” ujar Said Ikhsan.
Sejak ditinggalkan oleh POG pada 2011, masyarakat sekitar sudah pernah mengajukan permohonan ke Pertamina untuk mengeksploitasi sumur minyak tua itu secara tradisional. “Sudah berulang kali diajukan permohonan tetapi Pertamina belum meresponnya, sehingga sejak 31 Oktober 2013 masyarakat mengambil inisiatif melakukan pengeboran secara tradisional,” katanya.
Apa yang dilakukan masyarakat, kata Said Ikhsan, jika mengacu pada pasal 52 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan tindak pidana karena tanpa izin telah melakukan pengambilan minyak mentah di sumur minyak tua miliknya Pertamina.
Said Ikhsan menambahkan, dalam Permen ESDM Nomor 01 Tahun 2008 dijelaskan, bagi kelompok masyarakat yang ingin mengelola sumur minyak tua yang telah ditinggalkan pemiliknya, melalui KUD dan BUMD dapat mengajukan permohonan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berisikan dokumen administrasi dan teknis dengan melampirkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi. “Langkah itu sudah dilakukan tetapi sampai kini pihak Pertamina selalu menolaknya sehingga terjadilah insiden ledakan tersebut,” kata Kadistamben Aceh.
Berdasarkan penelusuran tim Distamben Aceh, pengeboran sumur minyak tua milik Pertamina dilakukan masyarakat sejak 31 Oktober 2013. Sumur yang meledak itu dibor hingga kedalaman 103 meter atau lebih dalam dari sumur-sumur minyak tua Pertamina sebelumnya yang pernah dibor hanya 30 meter.
Ketika kelompok pembor menarik pipa bor (casing) dari sumur bor yang telah dibor sedalam 103 metera, sumur minyak itu menyemburkan minyak mentah setinggi 12 meter. Masyarakat beramai-ramai ke lokasi semburan mengambil tumpahan minyak mentah. Tiba-tiba muncul percikan api dari pompa mesin bor hingga terjadilah ledakan. “Agar peristiwa serupa tidak terulang, Pemkab Aceh Timur bersama Pertamina dan Pemerintah Aceh perlu mencari solusi penyelesaian secara bijak,” demikian Said Ikhsan.(her)

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2013/11/21/berburu-minyak-dari-sumur-tua

Medco Lanjutkan Investasi Blok A

GUBERNUR Aceh, Zaini Abdullah menyerahkan cenderamata kepada Vice President Technologies In Subsea Development Kangean Energy Indonesia (KEI) Ltd, Hirotaka Tanaka dari Jepang dalam pertemuan dengan Presiden Direktur PT Medco E&P Indonesia, Frila Berlini Yaman di Pendapa Gubernur, Senin (25/8). FOTO HUMAS PEMERINTAH ACEH 


BANDA ACEH - PT Medco Energi Internasional Tbk melalui anak perusahaannya PT Medco E&P Malaka yang telah berhasil menemukan gas pada sumur eksplorasi Matang-1 Blok A PSC, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, menegaskan komitmen investasi jangka panjangnya. Hal ini sejalan dengan program Pemerintah Aceh yang dalam beberapa tahun terakhir kian menggencarkan upaya menarik investor baru dari luar negeri.
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah menerima kunjungan Direktur Utama PT Medco E&P Indonesia, Frila Berlini Yaman dan perwakilan KrisEnergy Ltd, Kusmutarto Basuki serta perwakilan Premier Oil, Amri Siahaan dan Sanjeev Bansal, di Meuligoe Aceh, Banda Aceh, Senin (25/8).
Direktur Utama PT Medco E&P Indonesia, Frila Berlini Yaman dalam pertemuan tersebut menegaskan komitmen persero itu untuk melanjutkan investasi mengelola Blok-A PSC di Aceh Timur.
“Produksi gas sudah ada dan sudah disertifikasi oleh para ahli dan sudah disetujui (approval) bahwa memang ada dan cukup untuk bisa memberikan suplai gas ke PT PIM dan PLN,” kata Frila.
Pihaknya juga berharap, agar bisa segera melaksanakan proyek tersebut. Sekaligus segera beroperasi di Aceh setelah sumur eksplorasi yang sukses pada tahun lalu.
Dalam pertemuan itu Frila juga memperkenalkan rekanan baru yang akan membantu PT Medco E&P dalam mengeksplorasi gas yang ada di Blok A Aceh Timur, yaitu KrisEnergy Ltd yang nantinya menggantikan Premier Oil.
Frila juga melaporkan perkembangan terkini seputar pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Idi, yang keseluruhan pembangunannya bersumber dari PT Medco E&P. “Kami akan monitor dan awasi langsung pembangunan RSUD Idi, karena sudah menjadi komitmen kami sejak awal. Kami juga telah berjanji kepada pemerintah daerah di penghujung tahun 2015 proyek ini akan selesai,” terang Frila.
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah mengatakan, Pemerintah Aceh menyambut baik keinginan PT Medco untuk mempercepat operasi di Blok A, guna mengejar ketertinggalan selama tujuh tahun beroperasi.
Ia juga menyampaikan rasa prihatin perjanjian jual-beli gas antara PT Medco E&P dengan PT PIM dan PLN hingga saat ini belum ditandatangani, sehingga hingga hari ini belum diketahui kapan Blok A dapat beroperasi.
Masuknya KrisEnergy sebagai pengendali baru dalam kontrak kerjasama, Zaini menyatakan persetujuannya. “Kami berharap dengan masuknya KrisEnergy maka rencana produksi Blok A pada 2017 tidak bergeser lagi. Masuknya KrisEnergy membuktikan bahwa iklim investasi di Aceh  kondusif,” sebutnya.(avi)
Sumber : http://aceh.tribunnews.com/

SKK-MIGAS Diminta Awasi Kinerja PT Medco Di Aceh Timur

IDI ( Berita  ) : SKK MIGAS dinilai perlu mengawasi kinerja PT Medco E&P Malaka di Blok A Aceh Timur, Provinsi Aceh. Pasalnya, jika perusahaan Migas itu tidak segera berproduksi maka Indonesia akan rugi, apalagi Aceh Timur memiliki cadangan minyak dan gas (Migas) yang tidak sedikit dibandingkan Riau dan Palembang.
“SKK MIGAS seharusnya lebih memperhatikan Aceh Timur, karena sejak Medco beroperasi di Blok A hingga saat ini masih berputar-putar pada persoalan ganti rugi tanah masyarakat. Sementara kontrak PT Medco di Blok A sampai 2031,” kata Bupati Aceh Timur Hasballah M. Thaib atau Rocky saat menerima Kunjungan Silaturrahmi SKK-MIGAS, PT Medco E&P Malaka dan PT Pertamina (Persero) di Kantor Setdakab Aceh Timur di Idi, Rabu (8/1).
Dia menguraikan persoalan yang dihadapi PT Medco di Aceh Timur, khususnya di lapagan, seperti penculikan (warga Inggris—red) di Ranto Peureulak hingga persoalan ganti rugi tanah membuat pihak perusahaan itu semakin komplit (lengkap—red) menghadapi masalah. Namun disisi lain Medco dinilai tidak mampu mencari perusahaan pendampingi (Sub-Rekanan) yang mampu memproduksi Migas di Blok A.
“Sehingga rencana pembangunan Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Idi di lokasi yang baru belum terealisasi dengan alasan pihak Medco harus merevisi gambar dari gedung berlantai empat menjadi satu lantai dengan anggaran tahap pertama sebesar Rp 70 miliar,” kata Rocky seraya menambahkan, anehnya perubahan gambar yang dilakukan pihak Medco mencapai setahun lebih, sehingga dia selaku orang nomor satu di Aceh Timur sudah tidak percaya lagi rencana pembangunan RS tersebut oleh PT Medco menggunakan dana CSR.
Oleh sebabnya, Rocky mendesak SKK-Migas agar melihat Aceh Timur untuk kemajuan daerah, apalagi Aceh Timur memiliki cadangan Migas yang tidak sedikit, baik di hulu ataupun di hilir. Begitu juga dengan rencana pemasangan pipa gas Lhokseumawe – Belawan menjadi sebuah kemudahan dalam menyuplai Migas dari Aceh ke industri-industri, baik industry di Aceh ataupun di Sumatera Utara. “Jika Medco tidak mampu mencari sub rekanan yang siap memproduksi Migas di Aceh Timur, maka lebih baik kembalikan ke Aceh Timur, biar daerah yang memikirkan tentang Blok A ini,” sebut Rocky.
 Dalam pertemuan sejak pukul 09:00 – 11:00 Wib itu hadir Kapolres Aceh Timur AKBP Muhajir, S.Ik, MH, Kadis Koperindag  Aceh Timur Yusri, Camat Ranto Peureulak Zulbahri, SE dan pihak perusahaan Migas hadir antara lain pihak PT Pertamina (Persero) dan PT Medco E&P Malaka dan hadir juga hadir Kepala Perwakilan SKK-MIGAS Wilayah Sumbagut, Bahari Abbas. Usai pertemuan selama dua jam itu, pihak SKK-Migas menyerahkan plakat untuk Bupati Aceh Timur dan Kapolres Aceh Timur yang diterima dua petinggi lembaga itu. (ril).
Sumber : http://beritasore.com/

MEDCO MULAI EKSPLORASI MIGAS DI ACEH TIMUR (JAMIN PASOKAN GAS KE PT PIM)

LANGSA – PT Medco E & P Malaka yang mendapat perpanjangan izin penguasaan Blok A di Aceh Timur akhirnya mengumumkan pencanangan dimulainya kegiatan eksplorasi minyak dan gas (migas) di pengujung tahun ini.
Sementara tuntutan pelaksanaan program community development (CD) yang menjadi bagian tanggung jawab sosial perusahaan migas itu juga terjawab sudah. Pihak Medco menyetujui pembangunan rumah sakit dan pembangunan fasilitas air bersih untuk masyarakat di kabupaten tersebut.
Dana awal yang dialokasikan untuk pembangunan rumah sakit berikut fasilitas air bersih itu–sebelum proses penjualan hasil kotor (bruto)–besarnya Rp 70 miliar dari Rp 230 miliar (nilai asumsi yang bisa berubah sesuai hasil penjualan). Sementara sisanya akan dilunasi dalam 20 tahun mendatang, sejak 2013 hingga 2031.
Selain itu, dimulainya pengoperasian eksplorasi migas di Blok A juga sangat diharapkan oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Perusahaan pupuk yang berbasis di Kota Lhokseumawe itu sudah menandatangani kontrak dengan PT Medco E&P Malaka untuk pasokan gas sebanyak 110 juta kubik per hari (mmscfd) untuk kebutuhan lebih kurang selama lima tahun. Karena selama ini, PT PIM harus mendatangkan pasokan gas yang diangkut dari luar Aceh dengan kapal kargo.
Komitmen Medco itu disampaikan Presiden Direktur/CEO PT Medco E&P Malaka, Budi Basuki dalam sambutan acara pencanangan dimulainya proyek lapangan gas Blok A dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat (pembangunan rumah sakit umum daerah) di aula Pendapa Bupati di Langsa, Senin (2/5).
Budi menambahkan, investasi kawasan Blok A di Aceh Timur membutuhkan dana senilai USD 600 juta. Sementara kebutuhan untuk pembukaan satu sumur membutuhkan USD 10 juta atau setara dengan Rp 180 miliar. “Kami juga akan membuka sumur baru yang menjadi cadangan untuk masa depan,” kata Budi.
Menyinggul soal dana tanggung jawab perusahaan itu untuk masyarakat Aceh Timur, Budi Basuki mengatakan, sebagai investor, pihaknya sangat komit untuk melaksanakan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat Aceh Timur. “Bahkan, sebelum adanya hasil produksi, kami sudah berikan Rp 70 miliar untuk realisasi pembagunan rumah sakit,” kata Budi Basuki yang disambut tepuk riuh para hadirin.
Budi menambahkan, pembangunan RSUD yang lengkap dengan prasarana dan sarananya itu, termasuk sektor pendukung penyediaan fasilitas air bersih bagi masyarakat di Aceh Timur, diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat Aceh. Sehingga hubungan baik antara Medco dengan semua pemangku kepentingan akan terus terbina. “Kami juga sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah dan seluruh lapisan masyarakat demi kelancaran operasional Medco di Aceh Timur ini,” harap Budi.
Sementara itu, Bupati Aceh Timur, Muslim Hasballah mengatakan, wilayah konsesi pertambangan migas mencakup 15 kecamatan dari 24 kecamatan yang ada di Aceh Timur. Dari 15 kecamatan itu, sebagian besar wilayah subsektor migas berada di dalam wilayah konsesi PT Medco E&P Malaka atau yang disebut dengan Blok A. Sementara PT Pacific Oil & Gas di Kecamatan Rantau Peureulak dan PT Triangle Pase Inc berada di Kecamatan Pante Bidari.
Faktor kemanusiaan
Dalam sambutan yang dibacakan di luar tanpa teks pidato, Bupati Muslim juga menyinggung soal polemik yang terjadi terkait eksplorasi migas Blok A di Aceh Timur. Menurut Muslim, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan Blok A selama ini bukanlah sebagai bentuk upaya penghambat bagi proses investasi.
“Tapi kondisi yang membuat kami menuntut Medco menyelesaikan hak-hak masyarakat sebelum dilakukan eksplorasi,” kata dia. Dikatakan, semua tuntutan Pemkab Aceh Timur didasari pada faktor kemanusiaan bagi masyarakat yang berada di salah satu kawasan dampak konflik tertinggi di Aceh.
Bupati juga menampik adanya tudingan tolak tarik kepentingan antara ia dan Gubernur Aceh dalam pengelolaan Blok A di Aceh Timur. “Apa yang terjadi selama ini saya dengan Gubernur Irwandi Yusuf tidak lebih akibat miskomunikasi di antara kami. Mungkin saja saya atau beliau yang salah mendengar dalam setiap komunikasi. Apalagi kami hanya berkomunikasi melalui telepon,” ungkap Muslim.
Ke depan, ia mengajak seluruh masyarakat Aceh Timur untuk mendukung kelancaran produksi migas oleh Medco. “Kami sangat membutuhkan dukungan semua pihak untuk menyukseskan program invenstasi di daerah kita,” ajak Bupati Muslim.
Tolok ukur
Sementara itu, Prof Dr A Rahman Lubis, Staf Ahli Gubernur Aceh mengatakan, proses pengelolan migas di Blok A merupakan langkah awal yang baik bagi iklim investasi di Aceh. “Ini menjadi starting point dan plus minus bagi upaya investasi secara keseluruhan di Aceh,” kata Prof A Rahman Lubis dalam paparan singkatnya.
Jamin pasokan
Sementara itu, dalam sebuah jumpa pers dengan pihak Medco E&P Malaka di Hotel Kartika Langsa, Serambi mendapat jawaban kepastian terkait pasokan gas ke PT PIM. Namun, Direktur Pengembangan Aset PT Medco E&P Malaka, Eka Satria mengatakan, pasokan gas ke PT PIM baru bisa dilakukan setelah dimulai kegiatan eskplorasi sejak 2013 hingga lima tahun mendatang.
“Tapi untuk tahap pertama dan kedua, kami hanya bisa menjamin sekitar 55 juta dari nilai kontrak 110 kubik per hari (mmscfd),” kata Eka Satria. Ia tambahkan, sebelumnya, perusahaan pupuk yang berbasis di Lhokseumawe itu sudah teken kontrak dengan PT Medco E&P Malaka untuk pasokan gas sejumlah 110 juta kubik per hari (mmscfd) untuk kebutuhan lebih kurang selama lima tahun. Karena selama ini, PT PIM harus mendatangkan pasokan gas yang diangkut dari luar Aceh dengan kapal kargo. (yuh)
Sumber: www.serambinews.com

Investasi PT Mifa dan Medco Jalan, Pacific Oil Terkendala

LANGSA - Investasi berskala besar yang ditanamkan beberapa investor di Aceh, tidak semuanya terkendala pascakonflik. Paling tidak, ada contoh perusahaan seperti Lafarge dari Prancis yang menaungi PT Semen Andalas Indonesia (SAI) di Lhoknga, Aceh Besar, maupun eksploitasi batubara oleh PT Mifa Bersaudara di Aceh Barat yang operasionalnya masih jalan hingga kini. Mifa bahkan terus menambah investasinya dan kini merekrut lagi 400 tenaga kerja baru.

Namun, di balik success story itu ada juga perusahaan bermodal besar, bahkan berlevel multinasional, yang kini investasinya terkendala di Aceh. Misalnya, Pacific Oil and Gas yang tadinya ingin menggarap sektor minyak dan gas (migas) di Aceh Timur.

Penelusuran Serambi, Jumat (30/5) kemarin, sejumlah perusahaan migas masih mengelola investasinya di pantai timur Aceh. Mulai dari Block Pase--meliputi Aceh Utara dan Aceh Timur--yang dikelola Triangle Energy Global hingga North Sumatra Offshore yang mengelola kawasan perbatasan Aceh Tamiang-Sumatera Utara, 12 mil lepas pantai. Kemudian, PT Pacific Oil & Gas di Kecamatan Ranto Peureulak yang kabarnya sudah hengkang. Terakhir, ada perusahaan eksploitasi migas asal Amerika, Transworld Seruway Exploration yang sedang survei di lepas pantai Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang.

Sudah beberapa bulan ini Pacific Oil tak tampak lagi beroperasi di Aceh Timur. Penyebabnya pun tak begitu jelas. Namun, PT Medco E&P Malaka masih terlihat beraktivitas, tak vakum seperti halnya Pacific Oil & Gas. Cuma, apakah iklim investasi Medco di Aceh Timur saat ini cukup sehat dan aman, Serambi belum mendapatkan jawaban pasti.

Public Relation PT Medco E&P Malaka, Akhyar yang ditanyai Serambi, Jumat (30/5) kemarin mengenai hal itu mengatakan, tak bisa menjawab dengan serta merta pertanyaan yang diajukan wartawan karena hal tersebut terkait dengan kebijakan dan kewenangan korporat. “Silakan mengirim e-mail resmi dengan melampirkan pertanyaan tertulis,” ujarnya menanggapi Serambi yang ingin menindaklajuti liputan eksklusif yang dipublikasi kemarin berjudul Susahnya Menggaet Investor.

Ditanya lagi tentang iklim investasi Medco di Block A, Akhyar mengatakan, tidak cuma Medco, di Aceh Timur juga masih ada beberapa perusahaan lain yang masih beroperasi. “Kami minta maaf, tak bisa menjawab soal itu, coba ke perusahaan lain saja,” kata dia.

Operasional Medco di Aceh Timur sempat terkendala beberapa waktu setelah kasus penculikan Malcolm Prim Rose (63), warga Inggris yang bekerja di PT Blade Energy, subkontraktor PT Medco pada Juni 2013. Setelah tenaga ahli bidang drilling itu diculik dan kemudian dibebaskan, Medco menarik semua stafnya di lapangan. Yang tinggal hanya beberapa stafnya yang kini berkantor di sebuah hotel di Kota Langsa.

Selain masih ada keluhan masalah keamanan di lapangan, Medco juga masih dihadapkan pada kendala perizinan dari birokrat. “Proses birokrasi oleh Pemeritah Aceh masih berbelit-belit. Misalnya saja, soal izin penggunaan lokasi pembangunan jaringan instalasi di Julok yang belum keluar,” kata sumber Serambi kemarin.

Sumber yang dekat dengan perusahaan migas di Aceh Timur itu menambahkan, meski sudah melengkapi semua syarat, namun Medco belum kantongi izin yang seharusnya dikeluarkan melalui kantor layanan satu pintu di Banda Aceh. “Aneh juga, Pemerintah Aceh tidak mempercepat proses birokrasi untuk kepentingan investor,” ujarnya. 

Sumber itu juga menyatakan, investasi migas di Block A yang dikuasai Medco, masih belum menunjukkan hasil optimal.

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/

Medco Targetkan RSUD Idi Rampung Juli 2015

IDI – PT Medco E&P Malaka menargetkan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Idi akan rampung pada Juli 2015. Saat ini, proses pembangunan baru memasuki tahap pondasi. Hal itu disampaikan Manajer Operasional Blok A PT Medco E&P Malaka, Samin Tanjung menjawab wartawan, usai pertemuan dengan jajaran Pemkab Aceh Timur di aula kantor Setdakab Aceh Timur di Idi, Jumat (23/5).

Samin mengatakan, Juni 2014 akan segera dimulai pembangunan lanjutan yang direncakanan selesai pada Juli 2015. “Insya Allah kita targetkan Juli 2015 selesai sesuai jadwal kontrak kerja,” kata Samin.

Sebelumnya, dalam pertemuan yang dimulai pukul 10.30 WIB. Sekda Aceh Timur, M Ikhsan Ahyat SSTP MAP mengatakan, PT Medco harus segera memfinalisasikan gambar perencanaan pembangunan RSUD Idi, sehingga bisa segera dilaksanakan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat Aceh Timur.

Sekda mengatakan, tahapan pembangunan juga harus diperhatikan ketersediaan air bersih yang merupakan sarana yang penting RSUD. “Kami berharap pembangunan RSUD ini bisa terus dipercepat untuk kepentingan masyarakat,” kata Sekda Aceh Timur itu.

Seperti diketahui, PT Medco E&P Malaka menyetujui pembangunan RSUD Idi menggunakan anggaran CD sebesar Rp 70 miliar. RSUD tersebut telah mengalami perubahan gambar dan design dari dua lantai menjadi satu lantai dengan pertimbangan penghematan anggaran yang dikelola oleh Pemkab Aceh Timur.(yuh)

Sumber:http://aceh.tribunnews.com/

CD Medco untuk Aceh Timur Rp 220 M

LANGSA - Staf Khusus Bupati Aceh Timur Urusan Pengendalian Program Investasi dan Layanan Publik, Mohammad Jully Fuady SH mengatakan, program dana Community Development (CD) dari PT Medco E&P Malaka sebesar Rp 220 miliar. Sementara Rp 70 miliar dialokasikan untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Seuneubok Barat, Kecamatan Idi Timu. 

Sementara sisanya Rp 150 miliar juga diperuntukkan untuk pembangunan fasilitas air bersih di kabupaten yang masih miskin tersebut. “Estimasi dana CD senilai Rp 220 miliar, itu sesuai lifting cost (parameter ekonomis sebagai indikator potensi keuntungan dari produksi pada suatu ladang minyak) untuk rumah sakit dan air bersih,” kata Mohd Jully Fuadi kepada Serambi Kamis (1/12), meluruskan pemberitaan soal penyaluran dana CD dari PT Medco E&P Malaka sebesar Rp 70 miliar untuk masyarakat Aceh Timur, Jully mengatakan, dana Rp 70 miliar tersebut adalah tahap awal untuk pembangunan rumah sakit, dan nantinya akan dikucurkan lagi yang tujuan alokasi akan ditentukan oleh Gubernur Aceh dan Bupati.

Ia menambahkan, dana tersebut akan dikucurkan meski perusahaan migas tersebut belum melaksanakan tahapan produksi di sejumlah sumur minyak di Blok A. Durasinya, kata Jully, akan terus disalurkan hingga tahun 2014-ketika Medco mulai melakukan pembangunan fasilitas produksi.

“Jadi, saya meluruskan sedikit, dana Rp 150 miliar itu bukan kewajiban Gubernur dan Bupati, tapi dana itu CD Medco yang akan dialokasikan sesuai petunjuk Gubernur dan Bupati” jelas Jully.

Bupati Aceh Timur, Muslim Hasballah mengaku sangat bahagia dan gembira atas realisasi dana CD dari perusahaan tersebut. Saking bahagianya, Muslim juga mengaku terkenang kembali masa lampau. Hari ini, katanya, telah menjadi sejarah baru dalam investasi di Aceh. Karena ini adalah yang pertama dana Community Development (CD) didistribusikan untuk pembangunan rumah sakit, setelah melalui proses panjang.

Kepada PT Medco E&P Malaka beserta partner yaitu Premier Oil dan Japex sebagai operator migas di Blok A, Muslim menyatakan terima kasih atas iktikad baik untuk memperbaiki tatanan sosial kemasyarakatan dan mendorong kesejahteraan masyarakat. “Peletakan batu pertama pembangunan rumah sakit ini adalah kilas balik sejarah panjang perjalanan sosial politik masyarakat Aceh Timur dan rakyat Aceh,” katanya.(yuh)

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/

Sekilas tentang PT Medco

PT Medco E&P Malaka adalah anak perusahaan dari PT Medco Energy International Tbk. Aktivitas Medco di Aceh dimulai saat mengakuisisi Blok A tahun 2007 dan pada tahun 2011 mendapat perpanjangan kontrak pengelolaan selama 20 tahun sampai dengan 2031. 

Dalam operasionalnya, Medco berpartner dengan Premier Oil dan Japex. Medco baru saja melakukan pengeboran sumur explorasi Matang-1 di Desa Blang Simpo, Peureulak Kota, Aceh Timur.(yuh/dbs)

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/